Yogyakarta (ANTARA News) - Lembaga Konsumen Yogyakarta meminta masyarakat mewaspadai pengembang tidak resmi atau "abal-abal" sebelum memutuskan membeli properti di daerah setempat.
"Banyak orang memutuskan beli rumah berdasarkan informasi di iklan saja tanpa cek dan ricek legalitas pengembangnya terlebih dahulu," kata ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) John Widijantoro di Yogyakarta, Minggu.
Ia mengatakan selama 2016 setidaknya ada 10 kasus jual beli perumahan di Yogyakarta yang diadukan ke LKY. Sebagian kasus terkait dengan penipuan informasi properti atau perumahan pada iklan yang dipasang melalui media massa, online, atau dalam selebaran.
Meski demikian, menurut Widijantoro, sebagian besar kasus perumahan disebabkan keteledoran konsumen yang tidak mau menggali informasi lebih mendalam terkait rumah yang ingin dibeli. "Ironisnya, bahkan ada yang mau membayar lunas Rp800 juta, ternyata baru melihat gambar saja," kata dia.
Pada Februari 2017, LKY juga kembali menerima aduan kasus jual beli rumah di kawasan Banguntapan, Bantul. Di luar akad jual beli rumah yang sudah disepakati, Widijantoro mengatakan, tiba-tiba pengembang meminta konsumen membayarkan uang kembali untuk melanjutkan pembangunan rumah. "Pengembang minta konsumen membayar kembali dengan alasan dana pembangunan rumah macet di tengah jalan," kata dia.
Menurut dia, sebelum membeli rumah setidaknya masyarakat perlu memastikan aspek legalitas pengembang. Calon konsumen sebaiknya memprioritaskan memilih pengembang yang telah masuk dalam asosiasi yang diakui pemerintah seperti Real Estate Indonesia (REI) atau Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).
Ia berharap masyarakat tidak tertipu pengembang abal-abal yang dalam iklan hanya mencatut nama-nama bank untuk meyakinkan calon konsumen.
"Masyarakat juga bisa bertanya langsung ke pihak perbankan mengenai daftar developer yang sehat," kata dia.
Selain itu, dia mengatakan, hal penting lainnya yang perlu diketahui calon konsumen adalah aspek legalitas tanah proyek pembangunan properti. "Perlu dipastikan di awal apakah tanah telah dibebaskan dan bersertifikat atau belum," kata dia.
Menurut dia, kebanyakan konsumen yang tertipu pengembang abal-abal adalah konsumen dari luar Yogyakarta yang hanya ingin berinvestasi melalui pembelian rumah. Namun demikian saat ini banyak pula konsumen perumahan katagori menengah kebawah yang menjadi sasaran penipuan. "Ada juga pengembang abal-abal yang mengaku masuk dalam pengerjaan program perumahan bersubsidi," kata dia.
"Banyak orang memutuskan beli rumah berdasarkan informasi di iklan saja tanpa cek dan ricek legalitas pengembangnya terlebih dahulu," kata ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) John Widijantoro di Yogyakarta, Minggu.
Ia mengatakan selama 2016 setidaknya ada 10 kasus jual beli perumahan di Yogyakarta yang diadukan ke LKY. Sebagian kasus terkait dengan penipuan informasi properti atau perumahan pada iklan yang dipasang melalui media massa, online, atau dalam selebaran.
Meski demikian, menurut Widijantoro, sebagian besar kasus perumahan disebabkan keteledoran konsumen yang tidak mau menggali informasi lebih mendalam terkait rumah yang ingin dibeli. "Ironisnya, bahkan ada yang mau membayar lunas Rp800 juta, ternyata baru melihat gambar saja," kata dia.
Pada Februari 2017, LKY juga kembali menerima aduan kasus jual beli rumah di kawasan Banguntapan, Bantul. Di luar akad jual beli rumah yang sudah disepakati, Widijantoro mengatakan, tiba-tiba pengembang meminta konsumen membayarkan uang kembali untuk melanjutkan pembangunan rumah. "Pengembang minta konsumen membayar kembali dengan alasan dana pembangunan rumah macet di tengah jalan," kata dia.
Menurut dia, sebelum membeli rumah setidaknya masyarakat perlu memastikan aspek legalitas pengembang. Calon konsumen sebaiknya memprioritaskan memilih pengembang yang telah masuk dalam asosiasi yang diakui pemerintah seperti Real Estate Indonesia (REI) atau Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).
Ia berharap masyarakat tidak tertipu pengembang abal-abal yang dalam iklan hanya mencatut nama-nama bank untuk meyakinkan calon konsumen.
"Masyarakat juga bisa bertanya langsung ke pihak perbankan mengenai daftar developer yang sehat," kata dia.
Selain itu, dia mengatakan, hal penting lainnya yang perlu diketahui calon konsumen adalah aspek legalitas tanah proyek pembangunan properti. "Perlu dipastikan di awal apakah tanah telah dibebaskan dan bersertifikat atau belum," kata dia.
Menurut dia, kebanyakan konsumen yang tertipu pengembang abal-abal adalah konsumen dari luar Yogyakarta yang hanya ingin berinvestasi melalui pembelian rumah. Namun demikian saat ini banyak pula konsumen perumahan katagori menengah kebawah yang menjadi sasaran penipuan. "Ada juga pengembang abal-abal yang mengaku masuk dalam pengerjaan program perumahan bersubsidi," kata dia.
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment