Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk (Persero), Maryono, memperkirakan penerapan skema tarif pajak progresif kepemilikan tanah tidak produktif dapat mendorong pertumbuhan di sektor properti.
"Tarif progresif diberikan pada tanah yang tidak produktif, tarif ini kami perkirakan membuat properti lebih cepat pertumbuhannya karena masyarakat akan membangun tanahnya," kata Maryono dalam acara peringatan HUT ke-67 BTN di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, sebagai bank spesialis penyalur kredit pemilikan rumah (KPR), BTN juga akan berupaya menekan harga rumah agar masyarakat luas dapat memiliki akses lebih ke sektor properti sebagai tempat tinggal.
Langkah yang dilakukan bank pelat merah tersebut adalah menyediakan riset harga rumah di berbagai daerah melalui "Housing Finance Center".
Maryono mengatakan penyediaan informasi harga rumah secara terbuka dapat menciptakan kondisi harga yang relatif berkeadilan karena tidak adanya campur tangan makelar.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan tiga skema kebijakan mengatasi ketimpangan pajak di Indonesia menurut program ekonomi berkeadilan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa ketiga skema pajak tersebut dapat berlaku kumulatif.
Pertama, pajak progresif kepemilikan tanah yang mengatur bahwa semakin luas kepemilikan tanah suatu badan atau pribadi maka pajak yang akan dikenakan menjadi semakin tinggi.
Pajak progresif terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat, dan keuntungan yang besar sangat diperlukan sebagai sumber pembiayaan kebijakan afirmatif untuk membantu pihak yang lebih lemah.
Kedua, pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada nilai jual objek pajak (NJOP) menjadi "capital gain tax" atau pajak keuntungan modal, mengingat selama ini ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar oleh pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi sebenarnya.
Pajak transaksi tanah akan digantikan pajak keuntungan modal di mana pajak akan dikenakan pada nilai tambah dari harga suatu tanah.
"Capital gain tax" merupakan pajak atas keuntungan, yaitu selisih antara harga jual dan harga perolehan atau harga beli. Misalnya tanah harga perolehan Rp100 juta dan dijual Rp500 juta, maka selisih Rp400 juta yang dikenakan pajak sesuai tarif.
Ketiga, terkait disinsentif melalui "unutilized asset tax" atau pajak atas aset tidak produktif untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.
Melalui penerapannya, kebijakan sistem pajak berkeadilan diharapkan mampu memberikan hasil jangka pendek dan menengah antara lain mendata seluruh lahan di Indonesia, efisiensi akses lahan perkebunan, menyelesaikan konflik-konflik agraria, membuka akses perumahan bagi masyarakat kelas menengah, mengendalikan kenaikan harga tanah, dan menerapkan sistem pajak baru.
Sementara untuk hasil jangka panjangnya adalah perwujudan kepemilikan tanah yang lebih seimbang, harga tanah yang lebih terkontrol, dan keseimbagan penerimaan pajak.
"Tarif progresif diberikan pada tanah yang tidak produktif, tarif ini kami perkirakan membuat properti lebih cepat pertumbuhannya karena masyarakat akan membangun tanahnya," kata Maryono dalam acara peringatan HUT ke-67 BTN di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, sebagai bank spesialis penyalur kredit pemilikan rumah (KPR), BTN juga akan berupaya menekan harga rumah agar masyarakat luas dapat memiliki akses lebih ke sektor properti sebagai tempat tinggal.
Langkah yang dilakukan bank pelat merah tersebut adalah menyediakan riset harga rumah di berbagai daerah melalui "Housing Finance Center".
Maryono mengatakan penyediaan informasi harga rumah secara terbuka dapat menciptakan kondisi harga yang relatif berkeadilan karena tidak adanya campur tangan makelar.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan tiga skema kebijakan mengatasi ketimpangan pajak di Indonesia menurut program ekonomi berkeadilan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa ketiga skema pajak tersebut dapat berlaku kumulatif.
Pertama, pajak progresif kepemilikan tanah yang mengatur bahwa semakin luas kepemilikan tanah suatu badan atau pribadi maka pajak yang akan dikenakan menjadi semakin tinggi.
Pajak progresif terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat, dan keuntungan yang besar sangat diperlukan sebagai sumber pembiayaan kebijakan afirmatif untuk membantu pihak yang lebih lemah.
Kedua, pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada nilai jual objek pajak (NJOP) menjadi "capital gain tax" atau pajak keuntungan modal, mengingat selama ini ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar oleh pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi sebenarnya.
Pajak transaksi tanah akan digantikan pajak keuntungan modal di mana pajak akan dikenakan pada nilai tambah dari harga suatu tanah.
"Capital gain tax" merupakan pajak atas keuntungan, yaitu selisih antara harga jual dan harga perolehan atau harga beli. Misalnya tanah harga perolehan Rp100 juta dan dijual Rp500 juta, maka selisih Rp400 juta yang dikenakan pajak sesuai tarif.
Ketiga, terkait disinsentif melalui "unutilized asset tax" atau pajak atas aset tidak produktif untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.
Melalui penerapannya, kebijakan sistem pajak berkeadilan diharapkan mampu memberikan hasil jangka pendek dan menengah antara lain mendata seluruh lahan di Indonesia, efisiensi akses lahan perkebunan, menyelesaikan konflik-konflik agraria, membuka akses perumahan bagi masyarakat kelas menengah, mengendalikan kenaikan harga tanah, dan menerapkan sistem pajak baru.
Sementara untuk hasil jangka panjangnya adalah perwujudan kepemilikan tanah yang lebih seimbang, harga tanah yang lebih terkontrol, dan keseimbagan penerimaan pajak.
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment